Show Sidebar

Butuh Mentor Profesional Segera❗🐣

Pernah nggak sih, kamu merasa stuck di karier? Kayak lagi jalan di persimpangan, tapi semua plang penunjuk arahnya burem. Kamu tahu mau maju, tapi bingung harus belok ke kanan atau ke kiri. Rasanya pengen banget ada seseorang yang bisa diajak ngobrol, yang udah pernah lewat jalan ini sebelumnya, terus nepuk pundak kamu sambil bilang, “Tenang, kemarin aku lewat sini. Coba deh kamu ambil jalan yang itu, pemandangannya lebih bagus.” Nah, perasaan butuh ‘kakak penunjuk jalan’ inilah yang seringkali jadi sinyal kalau kamu butuh mentor, girls!

Jujur deh, mendengar kata “mentor” kadang bikin kita sedikit ngeri, ya? Kesannya formal banget, seolah kita harus bikin proposal buat ngajak ngobrol orang penting. Padahal, proses mencari mentor profesional itu nggak semenakutkan itu, lho. Anggap saja ini seperti mencari sahabat baru atau kakak senior yang bisa jadi tempat curhat soal kerjaan, tapi versi lebih terarah dan strategis. Mentor itu bukan cuma untuk para CEO atau manajer level atas. Siapapun, termasuk kita yang mungkin baru merintis karier atau lagi di tengah-tengah, bisa banget punya mentor dan merasakan dampaknya yang luar biasa.

Kenali Dulu, Apa Sih Manfaat Mentorship Karir Sebenarnya?

Sebelum kita terjun ke lautan untuk mencari ikan paus, kita harus tahu dulu kan kenapa kita butuh ikan paus itu? Sama halnya dengan mentorship. Kamu harus paham dulu apa saja sih manfaat mentorship karir yang bisa kamu dapatkan. Ini bukan cuma soal punya teman ngobrol keren, tapi lebih dari itu. Kehadiran seorang mentor itu ibarat kamu punya akses ke Google Maps versi premium untuk perjalanan kariermu. Mereka adalah orang-orang yang sudah melewati tanjakan dan turunan yang mungkin sedang atau akan kamu hadapi.

Pertama, mentor bisa membuka mata dan pikiranmu terhadap perspektif baru. Kadang, kita terlalu asyik dengan masalah kita sendiri sampai nggak bisa melihat solusi yang sebenarnya ada di depan mata. Mentor, dengan pengalamannya, bisa memberikan pandangan dari ‘helikopter view’, melihat gambaran besar yang kita lewatkan. Mereka bisa bilang, “Eh, kayaknya kamu terlalu fokus di detail A, coba deh lihat dari sisi B.” Percaya deh, momen ‘AHA!’ seperti ini berharga banget!

Selain itu, jaringan atau networking adalah keuntungan yang nggak ternilai. Mentor yang baik biasanya punya koneksi yang luas di industrinya. Melalui mereka, kamu bisa dikenalkan ke orang-orang penting lainnya yang mungkin nggak akan pernah kamu temui jika sendirian. Ini bukan soal nepotisme ya, tapi soal membuka pintu kesempatan. Siapa tahu dari obrolan santai di sebuah acara yang direkomendasikan mentormu, kamu malah ketemu calon bos atau partner bisnismu di masa depan?

Terakhir, dan ini yang paling penting, adalah soal pengembangan diri dan kepercayaan diri. Mentor bisa jadi cermin paling jujur yang kamu punya. Mereka bisa memberikan masukan pedas tapi membangun yang mungkin nggak akan kamu dapat dari teman sekantor. “Presentasimu kemarin bagus, tapi coba deh bagian ini diperjelas lagi.” Kritik seperti ini, jika datang dari orang yang kamu hormati, justru akan jadi bahan bakar untuk jadi lebih baik. Dan saat kamu berhasil menerapkan sarannya, kepercayaan dirimu pasti langsung meroket!

Yuk, Mulai Petualangan Mencari Mentor Profesional Impianmu!

Oke, sekarang kamu sudah yakin butuh mentor. Terus, mulainya dari mana? Apa kita harus pasang iklan “Dicari: Mentor Profesional”? Tentu nggak gitu, dong. Langkah pertama dalam proses mencari mentor profesional justru dimulai dari dalam diri sendiri. Coba deh kamu duduk tenang sambil bawa jurnal dan pulpen, lalu jawab pertanyaan ini: “Apa sih yang sebenarnya aku butuhkan saat ini?”

Apakah kamu butuh bantuan untuk negosiasi gaji? Atau kamu bingung memilih antara karier di korporat atau startup? Mungkin kamu ingin belajar skill spesifik seperti public speaking atau digital marketing? Tujuan yang jelas akan membantumu menyaring kriteria mentor yang paling pas. Jangan sampai kamu butuh panduan memasak rendang, tapi malah cari mentor spesialis membuat sushi. Beda jalur, kan?

Setelah tujuanmu jelas, saatnya membuat long list calon mentor. Coba pikirkan siapa saja orang-orang di sekitarmu yang kamu kagumi.

  1. Mantan atasan atau senior di kantor lama: Mereka adalah orang yang sudah tahu kinerjamu dan mungkin punya ‘soft spot’ untuk membantumu berkembang.
  2. Senior di kantormu saat ini: Cari sosok yang dihormati dan punya rekam jejak yang menginspirasi. Tapi, pilih yang dari divisi berbeda ya, biar lebih netral.
  3. Pembicara di seminar atau webinar: Pernah ikut acara dan terpukau dengan salah satu pembicaranya? Catat namanya! Mereka biasanya adalah pakar di bidangnya.
  4. Orang yang kamu follow di LinkedIn: Siapa tokoh di industrimu yang artikel atau postingannya selalu mencerahkan? Yup, mereka bisa jadi kandidat potensial!

Setelah daftar nama terkumpul, lakukan riset kecil. Cari tahu perjalanan karier mereka, pencapaiannya, dan apa spesialisasi mereka. Pastikan profil mereka gerçekten cocok dengan tujuan mentorship yang sudah kamu tentukan di awal. Proses ini mirip-mirip kayak lagi stalking gebetan, tapi tujuannya jauh lebih mulia, yaitu untuk investasi masa depan kariermu!

Rahasia Jitu Cara Mendapatkan Mentor Tanpa Terlihat ‘SKSD’

Ini dia bagian yang paling bikin deg-degan: the approach. Gimana sih cara mendapatkan mentor tanpa terkesan maksa atau “sok kenal sok dekat” (SKSD)? Kuncinya adalah subtil dan tulus. Jangan pernah, sekali lagi, jangan pernah langsung mengirim pesan, “Halo Kak, mau nggak jadi mentorku?” Sembilan dari sepuluh orang mungkin akan mengabaikan pesan seperti itu karena terasa seperti beban yang tiba-tiba diletakkan di pundak mereka.

Mulailah dengan membangun hubungan secara perlahan. Kalau kandidat mentormu aktif di media sosial profesional seperti LinkedIn, ini adalah ladang emas. Mulailah dengan berinteraksi dengan konten mereka. Berikan komentar yang cerdas dan relevan di postingan mereka, bukan cuma “Keren, Kak!”. Tunjukkan bahwa kamu benar-benar membaca dan memahami apa yang mereka sampaikan. Sesekali, kamu juga bisa membagikan artikel mereka sambil menambahkan opinimu sendiri dan me-mention mereka.

Setelah beberapa waktu berinteraksi dan merasa sudah ada ‘kehadiran’mu di radar mereka, barulah kamu bisa mengambil langkah selanjutnya. Kirimkan pesan atau email yang singkat, sopan, dan spesifik. Daripada meminta mereka menjadi mentor seumur hidup, mintalah waktu 15-20 menit untuk “ngopi virtual” atau telepon singkat. Fokus pada satu pertanyaan spesifik yang ingin kamu tanyakan. Contohnya: “Halo, Bu [Nama], perkenalkan saya [Nama Kamu]. Saya sangat mengagumi perjalanan karier Ibu di bidang [Sebutkan Bidang]. Saat ini, saya sedang menghadapi tantangan dalam [Sebutkan Tantangan Spesifik]. Jika Ibu tidak keberatan, saya ingin sekali mendengar pandangan singkat Ibu mengenai hal ini. Apakah Ibu berkenan meluangkan waktu 15 menit untuk ngobrol virtual minggu depan?”

Permintaan yang spesifik dan berbatas waktu seperti ini jauh lebih mudah untuk disetujui daripada permintaan yang abstrak seperti “jadi mentorku”. Dari obrolan singkat inilah, jika chemistry-nya bagus dan mereka melihat keseriusanmu, hubungan mentorship bisa tumbuh secara organik. Ingat, ini adalah maraton, bukan sprint. Kesabaran dan ketulusan adalah kunci utamanya.

Membangun Hubungan Mentor dan Mentee yang Langgeng

Selamat! Kamu berhasil mendapatkan jadwal ngobrol dengan calon mentormu. Tapi, ini baru awal dari sebuah perjalanan. Tantangan selanjutnya adalah bagaimana membangun hubungan mentor dan mentee yang kuat, saling menguntungkan, dan bertahan lama. Ingat, mentorship itu jalan dua arah. Ini bukan hanya tentang kamu yang terus-menerus ‘mengambil’ ilmu, tapi juga tentang bagaimana kamu bisa memberikan nilai kembali kepada mentormu.

Salah satu cara terbaik untuk menunjukkan rasa hormatmu adalah dengan selalu datang dalam keadaan siap. Sebelum setiap pertemuan, siapkan agendamu. Apa saja yang ingin kamu diskusikan? Pertanyaan apa yang ingin kamu ajukan? Tunjukkan bahwa kamu menghargai waktu mereka yang sangat berharga. Setelah pertemuan, jangan lupa kirimkan email ucapan terima kasih yang berisi rangkuman poin-poin diskusi dan action-item apa yang akan kamu lakukan berdasarkan saran mereka. Ini menunjukkan bahwa kamu adalah pendengar yang baik dan proaktif.

Berikan update secara berkala. Misalnya, sebulan setelah pertemuan, kirimkan email singkat yang menceritakan kemajuanmu. “Halo Kak, sekadar update, saran Kakak bulan lalu soal [Sebutkan Saran] sudah aku terapkan, dan hasilnya luar biasa! Aku berhasil [Sebutkan Hasilnya]. Terima kasih banyak ya, Kak!” Kabar baik seperti ini akan membuat mentor merasa bahwa waktu dan energi yang mereka investasikan padamu tidak sia-sia. Hal ini membuat mereka merasa dihargai dan lebih termotivasi untuk terus membantumu.

Jadilah mentee yang ideal: terbuka terhadap kritik, mau belajar, dan tidak takut untuk mencoba hal baru. Jangan defensif saat menerima masukan yang mungkin kurang enak didengar. Justru itulah ‘daging’-nya. Tunjukkan rasa terima kasihmu tidak hanya dengan kata-kata, tapi juga dengan tindakan nyata, yaitu dengan menjadi versi terbaik dari dirimu. Percayalah, tidak ada yang lebih membahagiakan seorang mentor selain melihat mentee-nya tumbuh dan bersinar.

Oops, Jangan Sampai Lakukan Ini Saat Memulai Mentorship ya!

Dalam perjalanan mencari dan membina hubungan dengan mentor, ada beberapa ‘ranjau darat’ yang harus kamu hindari. Melakukan kesalahan ini bisa membuat hubungan yang baru seumur jagung jadi layu sebelum berkembang. Kesalahan pertama adalah menjadi pasif. Jangan menunggu mentormu untuk menghubungi atau menanyakan kabarmu. Kamulah yang harus menjadi pengemudi dalam hubungan ini. Proaktiflah dalam menjadwalkan pertemuan dan menyiapkan topik diskusi.

Kesalahan fatal kedua adalah secara terang-terangan atau terselubung meminta pekerjaan. Peran mentor adalah sebagai penasihat karier, bukan sebagai agen perekrutan pribadimu. Meminta pekerjaan akan menempatkan mereka pada posisi yang sangat canggung dan bisa merusak kepercayaan. Biarkan kesempatan datang secara alami. Jika kinerjamu bagus dan mereka tahu ada lowongan yang cocok, mereka mungkin akan merekomendasikanmu tanpa perlu diminta.

Terakhir, hargai batasan. Mentor juga punya kehidupan dan pekerjaan utama mereka sendiri. Jangan mengharapkan balasan instan untuk setiap email atau pesan yang kamu kirim. Hindari menghubungi mereka di luar jam kerja kecuali untuk urusan yang sangat mendesak dan sudah disepakati sebelumnya. Untuk mempermudah, berikut beberapa hal yang pantang kamu lakukan:

  • Mengharapkan jawaban instan untuk setiap pertanyaanmu.
  • Mengabaikan saran yang sudah diberikan tanpa penjelasan yang logis.
  • Lupa mengucapkan terima kasih setelah setiap sesi atau bantuan.
  • Menganggap waktu mereka selalu tersedia untukmu kapan saja.
  • Membatalkan janji temu secara mendadak tanpa alasan yang kuat.

Dengan menghindari hal-hal di atas, kamu menunjukkan profesionalisme dan rasa hormat yang tinggi. Ini adalah pondasi penting untuk membangun hubungan mentorship yang sehat dan produktif.

Masih Ada yang Bikin Penasaran? Yuk, Cek FAQ Ini!

Wajar banget kalau kamu masih punya banyak pertanyaan di kepala. Topik mentorship ini memang luas banget. Biar nggak makin bingung, coba cek beberapa pertanyaan yang paling sering ditanyakan di bawah ini, ya!

  • Apakah mentor harus dari industri yang sama persis?

    Sebaiknya iya, terutama jika tujuanmu sangat spesifik terkait teknis pekerjaan. Tapi, mentor dari industri berbeda juga bisa sangat bermanfaat, lho! Mereka bisa memberikan perspektif out-of-the-box dan membantumu melihat pola-pola umum dalam bisnis dan karier yang mungkin tidak kamu sadari sebelumnya.

  • Bolehkah aku punya lebih dari satu mentor?

    Tentu saja boleh, bahkan sangat dianjurkan! Anggap saja seperti punya dokter spesialis. Mungkin kamu punya satu mentor untuk pengembangan skill kepemimpinan, satu lagi untuk urusan teknis, dan satu lagi untuk keseimbangan hidup dan kerja. Selama kamu bisa mengelola waktu dan komitmen dengan baik, memiliki beberapa mentor akan memperkaya wawasanmu.

  • Gimana kalau permintaanku untuk jadi mentee ditolak?

    Jangan baper, girls! Penolakan itu hal yang biasa. Mungkin mereka sedang sangat sibuk atau merasa bukan orang yang tepat untuk membantumu. Ucapkan terima kasih atas waktunya dan tetap jaga hubungan baik. Anggap saja ini sebagai latihan mental. Ingat, rejection is redirection. Masih banyak kandidat mentor hebat lainnya di luar sana!

Siap Menemukan ‘Kakak Penunjuk Jalan’ Karirmu?

Gimana? Setelah membaca semua ini, proses mencari mentor profesional jadi terasa lebih manusiawi dan nggak menakutkan lagi, kan? Pada dasarnya, ini adalah tentang membangun koneksi tulus dengan orang yang kamu kagumi. Ini adalah sebuah investasi jangka panjang untuk dirimu sendiri, yang imbalannya bisa jauh melebihi usaha yang kamu keluarkan. Jangan takut untuk memulai langkah pertama, karena perjalanan seribu mil pun dimulai dari satu langkah kecil.

Setelah mendapatkan pencerahan dan arahan baru dari mentormu, mungkin kamu jadi lebih percaya diri untuk mengambil langkah karier selanjutnya. Bisa jadi, langkah itu adalah mencari tantangan baru di tempat kerja yang lebih mendukung potensimu. Yuk, wujudkan visimu dengan menjelajahi ribuan peluang karier impian yang menantimu di website kami. Temukan panggung terbaik untuk bersinar dan buktikan bahwa kamu layak jadi bintang!

Leave a Comment